Beberapa hari yang lalu, menjelang Pemira (Pemilihan Umum Raya) Presiden Mahasiswa BEM KM Universitas Negeri Semarang (11/12), saya sempat bertemu dengan beberapa adik tingkat saya. Mereka kemudian menanyakan bagaimana kondisi perpolitikan mahasiswa di Unnes. Huuff, saya menghela nafas, yah maklum saya sendiri sudah lama tidak berkecimpung lagi di dunia perpolitikan mahasiswa sejak akhir tahun 2007.
Yup, kalau menurut saya sndiri, gerakan mahasiswa di Unnes akhir-akhir ini agak loyo. Semangat anak muda yang harusnya mengelora menyerukan Perjuangan Rakyat hampir tidak terdengar lagi di Unnes. Entah apa karena mereka sibuk dengan tugas-tugas kuliah mereka, ataupun mereka terkungkung dalam lingkaran kos – warung – kampus – kos. Wallahua’lam bisshawaab mudah-mudahan mereka tidak terkungkung dalam lingkaran tersebut.
Yup, berbicara mslah Pemira di Unnes, ada hal baru yang menarik di sana. Di baliho-baliho para calon Presma maupun di pamflet-pamflet mereka tertulis alamat web para calon presma tersebut. Hal yang baru, kalau dulu ketika kampanye para calon Presma belum ada yang menggunakan Internet sebagai media kampanye mereka. http://dasam.net, alamat web Dasam, Calon Presma dari FE dan http://bennysumardiana.com, alamat web Benny Sumardiana, Calon Presma dari FH. Kemajuan yang patut kita ajungi jempol buat para calon Presma. Hehe.. Ternyata para calon Presma tersebut melek Teknologi juga.
Oke kembali ke awal tadi terkait dengan Gerakan Politik Mahasiswa, saya teringat ketika dulu saya masih menjabat sebagai Ketua DPM FMIPA Unnes 2007, ketika itu saya sempat menulis di Blonya DPM FMIPA Unnes http://dpmipa.wordpress.com tentang Pencerahan Moral dan Politik Mahasiswa. Mudah-mudahan bermanfaat.
Oleh Jayanto*
Gerakan moral (moral movement), sebuah istilah mempesona yang selama ini disematkan kepada gerakan mahasiswa. Mempesona karena berbicara tentang moral berarti berbicara tentang suara hati yang senantiasa merefleksikan kebenaran universal, menolak segala bentuk pelanggaran HAM, penindasan, kesewenang-wenangan, kezaliman, dan otoriteranisme kekuasaan. Suara hati nurani inilah yang memberi energi konstan dan kontinu bagi pergerakan mahasiswa. Ya, kekuasaan moral (moral force) adalah kekuatan abadi yang tak kan pernah mati selama ada manusia yang jujur dengan nuraninya.
Gerakan politik nilai (value political movement), istilah idealis lain yang dikaitkan dengan gerakan mahasiswa. Idealis karena gerakan yang dibangun bukan gerakan politik kekuasaan (power political movement) yang berorientasi kekuasaan seperti partai politik, namun berorientasi terciptanya nilai-nilai ideal kebenaran, keadilan, humanisme (kemanusiaan), profesionalitas, dan intelektualitas dalam seluruh aspek pengelolaan negara.
Perpaduan antara gerakan moral dan gerakan politik nilai inilah yang menjadikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan yang murni (genuie), unik, luas, lintas sektoral, anti kekerasan dan kontrol sosial yang teramat sulit dikooptasi oleh kepentingan politik kekuasaan. Isu-isu yang diangkat terdiri dari berbagai masalah secara umum, baik masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, keamanan, dan sebagainya, namun dalam kondisi tertentu bisa menukik lebih spesifik seperti penurunan rezim diktator seperti yang terjadi pada tahun 1966, 1998, 1999, 2001. Khusus masalah kepemimpinan nasional maupun daerah, gerakan mahasiswa tidak berkepentingan untuk mendukung sseseorang menjadi presiden, gubernur, bupati, dan sebagainya. Namun, siapa pun yang naik ke pucuk pimpinan dan tidak menjalankan amanat reformasi akan senantiasa berhadapan dengan gerakan mahasiswa.
Hariman Siregar dalam bukunya “Gerakan Mahasiswa, Pilar ke-5 Demokrasi” menjelaskan ciri gerakan mahasiswa, yaitu :
- Bersifat spontanitas. Partisipasi mahasiswa dalam gerakan merupakan respon spontan atas situasi yang tidak sehat, bukan atas ideologi tertentu, melainkan atas nilai-nilai ideal. Namun hal ini bukan berarti tidak ada pendidikan publik di kalangan mahasiswa.
- Bercorak nonstruktural. Gerakan mahasiswa tak terkendali oleh suatu organisasi tunggal, termasuk kepemimpinan komando, melainkan bercorak organisasi cair, dengan otonomi masing-masing berbasisi kampus sangat besar. Agenda aksi dibicarakan secara terbuka dan diputuskan serta diorganisasikan secara kolektif.
- Bukan agenda politik di luar kampus. Gerakan mahasiswa bersifat independen dari kelompok kepentingan tertentu, tetapi tidak menutup kemungkinan ada langkah bersama. Ini bisa terjadi lantaran sifat gerakan mahasiswa itu sendiri yang merupakan reartikulator kepentingan rakyat atau gerakan moral.
- Memiliki jaringan luas. Mengingat otonomi masin-masing kampus begitu tinggi, pola gerakan mahasiswa terlatak pada jaringan yang dibinanya. Bentuk jaringan menjadi salah satu ciri dari pengorganisasian gerakan mahasiswa. Jaringan yang terbentuk biasanya luwes sehingga memudahkan untuk bermanuver serta tidak mudah untuk dikooptasi oleh kelompok kepentingan yang bertentangan dengan gerakan moral, termasuk pemerintah.
Pencerahan Moral
Ada realitas tak terbantahkan yang menunjuk tidak semua mahasiswa memiliki ketersadaran dan keterlibatan dengan gerakan mahasiswa. Hal ini disebabkan mahasiswa Indonesia terhinggapi virus pragmatisme dan apatisme. Di sisi lain, sistem pendidikan yang berlaku cenderung mendukung tersebarnya virus pragmatisme dan apatisme karena sepertinya hanya membentuk mahasiswa yang pintar dan terampil serta berorientasi kerja untuk memenuhi permintaan pasar. Virus ini telah sukses menggiring mahasiswa ke sisi tragis mahasiswa. Tragis karena virus ini telah berhasil “membunuh” atau setidaknya “membonsai” karakter mahasiswa, yakni idealime dan daya kritis. Oleh karena itu, kita menyaksikan mahasiswa yang terasing dari masyarakatnya, berusaha lulus cepat, namun hanya untk mengisi barisan pencari kerja, tidak peduli dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, individualis bahkan hedonis ! Mahasiswa seperti inilah yang disebut Hariman Siregar dengan mahasiswa mental kerupuk.
Mereka mungkin tercerahkan secara akademis / intelektual, tapi belum tercerahkan secara moral dan secara politik. Tidak, saya tidak mengatakan mereka tidak bermoral ataupun tidak berpolitik. Namun, moralitas tersebut pasif, tidak memiliki elan vital yang melahirkan gerak, kalaupun mereka berpolitik, aktifitas politiknya didasari anggapan bahwa politik itu 100% kotor, jijik, dan tidak mungkin ada politik yang bersih.
Dari sinilah dibutuhkan sebuah rekayasa sosial yang konseptual dan sistematis untuk melakukan pencerahan moral dan politik terhadap mahasiswa sehingga mereka menyadari tanggung jawab akademis, namun juga tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral, tanggung jawab politis serta tanggung jawab kesejarahan. Keseluruhan tanggung jawab tersebut inheren dalan diri mahasiswa seiring dengan berubahnya status dan identitas menjadi mahasiswa.
lebih dari itu, pencerahan moral dan politik ini akan menghidupkan daya kritis dan idealisme mahasiswa dalam menyikapi berbagai kejadian serta menumbuhkan semangat perlawanan mahasiswa atas berbagai penindasan, kesewenang-wenangan, kezaliman, pelanggaran HAM, dan otoriteranisme kekuasaan.
Dari rahim kesadaran, daya kritis, idealisme, serta semangat perlawanan ini terlahirlah gerakan moral mahasiswa. Gerakan ini eskalasinya akan semakin masif manakala pencerahan moral dan politik yang dilakukan betul-betul konseptual dan sistematis sehingga memiliki daya tularyang cepat dan dahsyat di kalangan mahasiswa.
Dalam tataran praktis, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melakukan akselerasi pencerahan moral dan politik di kalangan mahasiswa. Metode -metode ini telah terbukti cukup ampuh membangun kesadaran dan daya kritis mahasiswa pada masa lalu dan dirasa efektif untuk sekarang. Diantaranya :
- Menghidupkan kambali mimbar bebas di setiap kampus, baik tingkat universitas, fakultas maupun jurusan,
- Menggalakkan forum-forum diskusi tentang berbagai permasalahan dan isu-isu yang berkembang di masyarakat. Forum diskusi ini bisa melakukan kajian berdasarkan pandangan disiplin ilmu tertentu, ataupun interdisipliner yang pesertanya berasal dari berasal dari fakultas, jurusan maupun universitas berbeda
- Mengintensifkan seminar-seminar tentang gerakan moral mahasiswa
- Menghidupkan pers mahasiswa sebagai sarana komunikasi, aktualialisasi dan artikulasi gagasan-gagasan brilian serta ide-ide cerdas mahasiswa untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan
- Optimalisasi kegiatan-kegiatan pengkaderan di organisasi-organisasi kemahasiswaan yang diarahkan untuk mencetak kader-kader mahasiswa dan calon pemimpin bangsa yang cerdas, terampil, moralis, religius, krediberl, peduli terhadap permasalahan yang terjadi di sekitar serta mamiliki integritas diri yang diakui
- Memperbanyak penelitian-penelitian ilmiah yang berkaitan dengan problem-problem nyata di masyarakat
- Membangun organisasi-organisasi kemahasiswaan yang layak disebut student govermen, yang mandiri dalam menentukan sikap tanpa tekanan birokrat atau pihak manapun
Dengan demikian, akan terbentuk generasi baru mahasiswa Indonesia yang tercerahkan, sipa menghadapi masa depan dengan penuh optimisme, pemuda ksatria yang akan mengukir sejarah kejayaan yang mampesona. Sungguh, sejarah sedang menunggu langkah-langkah mahasiswa Indonesia yang spektakuler ..!
Seruan menuju pencerahan ini harus segera dikumandangankan untuk membangun singa-singa mahasiswa yang sedang tidur.
Wahai mahasiswa ..! Sambutlah seruan totalitas perjuangan ini :
Kepada para mahasiswa … yang merindukan kejayaan…
kepada rakyat yang kebinggungan… di persimpangan jalan…
Kepada pewaris peradaban… yang telah menggoreskan…
Sebuah catatan kebanggaan… di lembar sejarah manusia…
Wahai kalian yang rindu kemenangan …!
Wahai kalian yang turun ke jalan …!
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta … !
*) Wakil Ketua BEM FMIPA Unnes 2006, Ketua DPM FMIPA Unnes 2007